Aturan Ormas


1.1  Latar Belakang Kebudayaan
Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki beraneka ragam kebudayaan. Kebudayaan-kebudayaan yang ada di negara Indonesia bukan hanya kebudayaan Indonesia yang asli melainkan juga ada kebudayaan eksternal yang turut memperkaya kebudayaan negara Indonesia. Kebudayaan eksternal yang telah dikenal oleh masyarakat Indonesia tak lain dan tak bukan adalah kebudayaan Tiong Hoa.

Dalam sejarahnya, orang-orang etnis Tiong Hoa memang telah lama tinggal di Indonesia. Hanya saja kaum Tiong Hoa ini seringkali tidak dipedulikan oleh penduduk asli Indonesia karena etnis Tiong Hoa memang merupakan kaum minoritas yang jumlahnya sedikit di Indonesia. Namun seiring dengan perkembangan zaman, keberadaan etnis Tiong Hoa ini mulai diakui oleh masyarakat asli Indonesia. Hal ini ditandai dengan adanya libur nasional untuk hari raya imlek dan adanya peringatan dalam menyambut hari raya yang dianggap penting oleh kaum Tiong Hoa ini.

Etnis Tiong Hoa mempunyai berbagai macam kebudayaan yang unik dan menarik untuk dibahas. Di masyarakat, kebudayaan kaum Tiong Hoa ini memang sudah tidak asing lagi, misalnya saja kesenian Barongsai yang senantiasa ada dalam peringatan hari raya Imlek. Namun sayangnya, masyarakat asli Indonesia seringkali mengasosiasikan kebudayaan etnis Tiong Hoa adalah Barongsai. Padahal kebudayaan Tiong Hoa tidak hanya sebatas Barongsai saja. Barongsai hanya merupakan sebagian kecil dari kebudayaan Tiong Hoa. Oleh karena itu, dalam makalah ini, saya selaku penulis sengaja memilih kebudayaan Tiong Hoa agar dapat memperkenalkan kebudayaan-kebudayaan etnis Tiong Hoa yang lain berdasarkan 7 unsur kebudayaan secara universal.

1.2  Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka saya selaku penulis merumuskan suatu masalah yang akan menjadi fokus utama dalam isi makalah ini, yakni:
“Bagaimana penerapan 7 unsur kebudayaan secara universal pada kebudayaan kaum Tiong Hoa?”

1.3  Tujuan Penulisan Makalah
Atas dasar perumusan masalah yang telah saya sebutkan di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.    Untuk mengetahui dan menganalisis sistem religi dan upacara keagamaan serta kehidupan kerohanian kaum Tiong Hoa.
2.    Untuk mengetahui dan menganalisis sistem organisasi kemasyarakat etnis Tiong Hoa.
3.    Untuk mengetahui dan menganalisis sistem pengetahuan dalam kebudayaan kaum Tiong Hoa.
4.    Untuk mengetahui dan menganalisis sistem mata pencaharian hidup masyarakat Tiong Hoa.
5.    Untuk mengetahui dan menganalisis sistem teknologi dan peralatan etnis Tiong Hoa.
6.    Untuk mengetahui dan menganalisis unsur bahasa dalam kebudayaan Tiong Hoa.
7.    Untuk mengetahui dan menganalisis unsur kesenian dalam kebudayaan Tiong Hoa.



BAB II
KERANGKA TEORITIS

2.1 Definisi Kebudayaan
Definisi Etimologis
Kebudayaan (cultuur dalam bahasa Belanda; culture dalam bahasa Inggris) berasal dari kata dalam bahasa Latin “Colere” yang berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan, terutama mengolah tanah atau yang lebih dikenal dengan sebutan bertani. Jadi kebudayaan dapat diartikan sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam.

Sedangkan dari bahasa Indonesia, kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta “buddhayah”. Kata buddhayah sendiri merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan ini kebudayaan memiliki arti sebagai hal-hal yang berkaitan dengan akal.

Definisi Konseptual
Berikut ini beberapa definisi kebudayaan menurut para ahli antropologi:

R. Linton
“Kebudayaan adalah konfigurasi dari tingkah laku dan hasil laku, yang unsur-unsur pembentukannya didukung serta diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu.”


Melville J. Herskovits
“Kebudayaan adalah Man made part of the environment (bagian dari lingkungan buatan manusia).”

J. P. H. Dryvendak
“Kebudayaan adalah kumpulan dari cetusan jiwa manusia sebagai yang beraneka ragam berlaku dalam suatu masyarakat tertentu.”

Prof. Dr. Koentjaraningrat
“Kebudayaan adalah keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil kelakuan yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatnya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.”

Sultan Takdir Alisyahbana
“Kebudayaan adalah manifestasi dari cara berpikir.”

Dr. Moh. Hatta
“Kebudayaan adalah ciptaan hidup dari suatu bangsa

Prof. M. M. Djojodiguno
“Kebudayaan atau budaya adalah daya dari budi, yang berupa cipta, karsa dan rasa”

*definisi konseptual dikutip dari buku Ilmu Budaya Dasar

Definisi Operasional
Kebudayaan adalah manifestasi dari  cara berpikir serta keseluruhan tingkah laku manusia yang berupa cipta, rasa dan karsa.

Variabel Teori
Dimensi
Indikator
Kebudayaan
Manifestasi
Hasil
Akibat
Wujud

Tingkah laku
Sikap
Perilaku
Perbuatan

Manusia
Makhluk hidup
Mamalia
Omnivora


2.2 Definisi Masyarakat
Definisi Etimologis
Kata masyarakat berasal dari akar kata dalam bahasa Arab “musyarak” yang berarti bersama-sama. Sedangkan dalam bahasa Inggris, istilah masyarakat merupakan terjemahan dari kata “society”. Society sendiri berasal dari kata dalam bahasa Latin yakni “Socius” yang berarti kawan.

Definisi Konseptual
Berikut ini beberapa pengertian masyarakat menurut para ahli sosiologi dunia:

Selo Sumardjan
“Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.”

Karl Marx
“Masyarakat adalah suatu struktur yang menderita suatu ketegangan organisasi atau perkembangan akibat adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang terbagi secara ekonomi.”

Emile Durkheim
“Masyarakat merupakan suatu kenyataan objektif pribadi-pribadi yang merupakan anggotanya.”

Paul B. Horton dan C. Hunt
“Masyarakat merupakan kumpulan manusia yang reltif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok/kumpulan manusia tersebut.

Syaikh Taqyuddin An-Nabhani
“Sekelompok manusia dapat dikatakan sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan, serta sistem/aturan yang sama. Dengan kesamaan-kesamaan tersebut, manusia kemudian berinteraksi sesama mereka berdasarkan kemaslahatan.”

*definisi konseptual dikutip dari www.wikipedia.org dan www.organisasi.org

Definisi Operasional
Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang hidup bersama dalam waktu yang lama di sebuah wilayah tertentu dengan sistem yang sama.

Variabel Teori
Dimensi
Indikator
Masyarakat
Manusia
Makhluk hidup
Mamalia
Omnivora

Waktu
Sekarang
Lampau
Masa depan

Wilayah
Darat
Laut
Udara

Sistem
Struktur
Terbuka
Tertutup



BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

3.1 Sistem Religi  dan Upacara Keagamaan serta Kehidupan Kerohanian
Masyarakat asli Indonesia menganggap bahwa kaum Tiong Hoa menganut agama Buddha. Di negara asalnya, sebagian besar kaum Tiong Hoa memang memeluk agama Buddha, namun di orang Tiong Hoa yang tinggal di Indonesia ada yang memeluk agama Buddha, Kung Fu-Tse, Tao, Kristen, Katholik atau Islam.

Selain menganut agama yang resmi di Indonesia, orang Tiong Hoa juga mempunyai beberapa kepercayaan yang masih dilakukan hingga kini. Misalnya saja, ritual memelihara dan menyembahyangi abu leluhur. Abu leluhur tersebut biasanya diletakkan di atas sebuah meja berwarna merah yang dihiasi lilin dan dupa/hio. Seringkali di meja tersebut juga diletakkan makanan seperti buah-buahan dengan maksud agar roh leluhur mereka tidak kelaparan di alam sana.

Orang Tiong Hoa yang tinggal di Indonesia masih merayakan hari raya orang Tiong Hoa, seperti tahun baru Imlek, Cheng Beng, Pek Chun, dan Chioko. Seperti yang telah kita ketahui, tahun baru Imlek merupakan tahun baru tradisional China. Tahun baru Imlek sendiri diadakan sebagai perayaan hidupnya kembali dari alam semesta, sesudah berada dalam keadaan mati selama musim dingin yang gelap dan suram.  Saat tahun bari Imlek, biasanya kaum Tiong Hoa melakukan sembahyang tahun baru di kuil atau di depan meja abu leluhur. Di atas meja abu tersebut dilektakkan kue cina atau kue keranjang. Sedangkan Cheng Beng ( berarti, bersih terang) merupakan hari untuk berziarah ke makam leluhur. Ketika berziarah orang Tiong Hoa membawa hio, lilin, kertas sembahyang dan sedikit sesajian untuk leluhur mereka. Bahkan terkadang orang Tiong Hoa membawa uang-uangan kertas, baju-baju kertas atau barang-barang yang terbuat dari kertas untuk diberikan kepada leluhur mereka.


3.2 Sistem Organisasi Kemasyarakatan
Stratifikasi Sosial
Sistem kemasyarakatan kaum Tiong Hoa di Indonesia memiliki perbedaan antara lapisan buruh dan lapisan majikan atau yang lebih dikenal dengan golongan orang miskin dan golongan orang kaya. Namun perbedaan yang ada ini tidak terlalu mencolok karena adanya ikatan kekeluargaan antara kedua lapisan tersebut.

Tiong Hoa peranakan (kebanyakan Hokkien) mengganggap diri mereka lebih tinggi daripada Tiong Hoa totok karena mereka menganggap Tiong Hoa totok umumnya berasal dari kuli atau buruh. Sebaliknya, Tiong Hoa totok menganggap rendah peranakan karena Tiong Hoa peranakan dianggap sudah memiliki darah campuran.

Perkumpulan dan Organisasi Orang Tiong Hoa
Awalnya orang Tiong Hoa di beberapa kota besar mendirikan perkumpulan “kamar dagang” (Sianghwee) yang merupakan perkumpulan para pedagang Tiong Hoa yang berkerja untuk kepentingan anggota-anggotanya, terutama dalam mengurus pajak.

Kemudian di awal abad ke 20, nasionalisme China berkembang cepat dan pada tahun 1990 didirikanlah suatu perkumpulan berdasarkan religi yang bertujuan untk memajukan nasionalisme China. Perkumpulan itu dinamakan Kung Fu-Tse. Semula Kung Fu-Tse ada di Jakarta, namun kemudian berkembang dan memiliki cabang-cabang di seluruh Indonesia.

Di tahun 1927 kaum cendekiawan Tiong Hoa peranakan yang memperoleh pendidikan di Belanda mendirikan organisasi yang bernama Chung Hua Hui yang mewakili Tiong Hoa yang tinggal di Volksraad. Namun setelah Indonesia merdeka, organisasi-organisasi tersebut dibubarkan dan dipersatukan dalam sebuah organisasi yang memiliki orang Tiong Hoa peranakan dalam Dewan Perwakilan Rakyat, yakni Baperki. Di samping itu ada perkumpulan Tiong Hoa agama Kristen, Sam Kauw dan sebagainya.


3.3 Sistem Pengetahuan
       Sebelum abad ke 19, pendidikan bagi anak-anak kaum Tiong Hoa tidak mendapatkan perhatian khusus dari pemerintahan penjajahan Belanda. Undang-undang yang berlaku pada tahun 1854 hanya untuk anak-anak Indonesia. Namun kemudian anak-anak Tiong Hoa diberi kesempatan untuk memasuki sekolah-sekolah Belanda bila mereka sanggup membayar uang sekolah yang tinggi sehingga menyebabkan orang-orang Tiong Hoa merasa bahwa mereka merasa dianaktirikan.

       Di tahun 1900 orang Tiong Hoa mendapatkan pengaruh dari sistem pendidikan China yang telah mengalami modernisasi. Kemudian dengan dukungan para pedagang Tiong Hoa yang tergabung dalam organisasi Siang Hwee di Jakarta akhirnya didirikanlah sekolah Tiong Hoa Hwee Koan. Sekolah ini didirikan dengan maksud untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak Tiong Hoa. Selain itu, pendirian sekolah ini juga untuk memperlihatkan adat istiadat, sejarah kebudayaan dan pandangan hidup China. Perkembangan sekolah ini cukup cepat. Pada tahun 1911 sekolah ini sudah memiliki 93 cabang di seluruh Indonesia.

       Dulu anak-anak Tiong Hoa peranakan cenderung untuk bersekolah di Indonesia, sedangkan Tiong Hoa totok lebih memilih untuk bersekolah di China. Namun sekarang anak-anak Tiong Hoa baik peranakan maupun totok bersekolah di Indonesia.


3.4 Sistem Mata Pencaharian Hidup
       Masyarakat asli Indonesia pasti sudah mengetahui bahwa sebagian besar orang Tiong Hoa yang tinggal di Indonesia memiliki mata pencaharian sebagai pedagang. Memang 50% orang Tiong Hoa (kebanyakan orang Hokkien) yang tinggal di pulau Jawa memiliki mata pencaharian sebagai pedagang. Namun ada juga orang Tiong Hoa yang tinggal di daerah lain di Indonesia yang memiliki mata pencaharian sebagai petani, penanam sayur-mayur atau bahkan penangkap ikan.  Contohya saja, orang Tiong Hoa yang tinggal di Kalimantan Barat . Mereka bekerja sebagai petani, bukan pedagang. Bahkan saat ini ada pula orang Tiong Hoa yang memiliki pekerjaan sebagai pegawai atau pekerjaan profesional lain seperti pengacara, insinyur, dokter.

       Bidang perdagangan yang telah lama digeluti oleh masyarakat Tiong Hoa ternyata memiliki  sistem tertentu. Sistem yang mereka anut adalah sistem kekerabatan atau famili. Sebagian besar usaha yang dijalankan oleh orang etnis Tiong Hoa merupakan usaha kecil yang dapat diurus oleh satu keluarga saja. Seandainya usaha mereka berkembang dan mereka ingin membuka cabang, maka cabang yang mereka buka itu biasanya dipegang oleh kerabat mereka. Bahkan bila usaha tersebut terus menerus berkembang dan ingin dijadikan sebagai perseroan terbatas, usaha tersebut tetap akan dipegang oleh keluarga atau orang yang mempunyai she (marga, contoh she Lie, Tan/Chen) yang sama.


3.5 Sistem Teknologi dan Peralatan
Di negeri asalnya, teknologi kaum Tiong Hoa mengalami perkembangan yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari mulai merajalelanya barang-barang buatan kaum Tiong Hoa di pasaran. Misalnya saja, saat ini mudah sekali ditemukan barang-barang elektronik buatan China. Hanya saja teknologi hasil produksi China ini masih dipandang sebelah mata dalam segi kualitas. Kenyataannya, teknologi China memang masih kalah  bila dibandingkan dengan teknologi buatan Jepang atau negara lain. Mungkin hal ini dikarenakan China memproduksi barang-barand dalam jumlah banyak sehingga faktor kualitas kurang diperhatikan. Namun, di pasaran ternyata produk-produk buatan China cukup diminati oleh masyarakat karena dengan harga yang murah, mereka bisa mendapatkan produk dengan banyak fitur.


3.6 Bahasa
Masyarakat Indonesia telah mengetahui bahwa bahasa resmi orang Tiong Hoa adalah mandarin. Bahasa ini dibagi menjadi bahasa lisan (wen) dan bahasa tertulis (yu). Bahasa Tiong hoa lisan semacam bahasa intonasi yang berhubungan dengan bahasa Tibet dan bahasa Myanmar, namun bahasa ini tidak memiliki hubungan dengan bahasa-bahasa tetangga seperti bahasa Korea, Thailand, dan sebagainya.
Meskipun begitu, bahasa-bahasa tersebut mendapat pengaruh yang cukup kuat dari bahasa Tiong hoa dalam proses sejarah baik secara linguistik maupun ekstralinguistik. Sedangkan bahasa tertulisnya berupa kanji yang melambangkan simbol-simbol tertentu.

Seperti halnya masyarakat Indonesia yang memiliki bahasa daerah, kaum Tiong Hoa juga mempunyai bahasa daerah (dialek), diantaranya adalah kanton, hokkian, khe, dan lain-lain. Namun sekarang ini, banyak Tiong Hoa peranakan yang tidak mengerti dialek tersebut bahkan banyak pula orang Tiong Hoa yang tidak bisa berbicara bahasa mandarin.


3.7 Kesenian
Kesenian kaum Tiong Hoa yang paling populer di Indonesia adalah barongsai. Padahal kesenian yang dimiliki oleh kaum Tiong Hoa tidak hanya itu. Ada juga kesenian lain seperti liong. Sekilas, tampilan liong mirip dengan barongsai. Perbedaannya, saat pertunjukkan liong atau tari naga, para pemain liong memainkan naga-nagaan yang diusung dengan belasan tongkat. Sedangkan pada barongsai, para pemain mengenakan kostum tersebut dan berperan sebagai barongsai. Dalam pertunjukkan liong dan barongsai, penari terdepan biasanya yang paling memegang peranan dalam keindahan tarian. Penari terdepan tersebut biasanya menggoyang-goyangkan atau menyorong-nyorongkan bagian kepala liong atau barongsai yang dimainkan untuk menarik perhatian orang-orang. Bahkan pada kesenian barongsai, biasanya orang-orang memasukan amplop berisi uang yang disebut angpao ke dalam mulut barongsai.

Baik liong atau barongsai, kedua kesenian ini selalu dipertunjukkan saat perayaan tahun baru imlek. Biasanya liong dan barongsai tarian ini dimainkan di pecinan-pecinan di seluruh dunia. Namun di Indonesia terkadang liong dan barongsai tersebut diarak di jalanan dan dapat disaksikan oleh semua orang termasuk oleh masyarakat asli Indonesia. Anehnya, ketika pertunjukkan liong dan barongsai berlangsung, kebanyakan orang yang menonton bukanlah orang Tiong Hoa melainkan masyarakat asli Indonesia. Mereka terlihat gembira dan antusias melihat pertunjukkan seni khas Tiong Hoa ini. Mungkin hal ini dikarenakan mulai membaurnya orang Tiong Hoa dengan penduduk pribumi sehingga mereka sudah bisa saling menerima kebudayaan masing-masing.



BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kaum Tiong Hoa merupakan salah satu etnis yang sudah lama tinggal di Indonesia. Dengan kebudayaan yang dimilikinya, kaum ini turut memperkaya perbendaharaan kebudayaan di Indonesia. Meskipun kaum ini merupakan kaum minoritas dan sempat tidak diakui keberadaannya, namun akhirnya kaum Tiong Hoa mulai diakui dan dapat membaur dengan penduduk pribumi. Hal ini dapat dilihat melalui perayaan tahun baru imlek di Indonesia. Kita bisa melihat bahwa pada era orde baru, tahun baru imlek tidak dijadikan sebagai hari besar. Bahkan pertunjukkan liong dan barongsai yang selalu menyemarakkan kemeriahan imlek pun tidak diperbolehkan untuk tampil. Namun sejak pemerintahan Gus Dur, barulah keberadaan etnis Tiong Hoa di Indonesia mulai diakui dengan diperbolehkannya tahun baru imlek dirayakan.

Saat ini etnis Tiong Hoa yang telah lama berdomisili di Indonesia bahkan telah mengikrarkan diri sebagai warga negara Indonesia sehingga negara Indonesia semakin kaya akan suku bangsa dan juga kaya akan kebudayaan.


4.2 Saran
Sebagai bangsa Indonesia, orang Tiong Hoa dan orang Indonesia seharusnya dapat lebih mengakrabkan diri dan mengenal kebudayaan serta kepribadian satu sama lain. Dengan begitu, negara Indonesia dapat menjadi negara yang lebih kokoh serta erat persatuan dan kesatuannya.
Daftar Pustaka

Choppel, Charles A. 1994. Tionghoa Indonesia dalam Krisis. Jakarta: Pustaka Sinar.
Koentjaraningrat. 2005. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Widagdho, Djoko. 2001. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.